Rabu, 05 Agustus 2009

(Utilization of Oil Sludge as a Lignocellulosic Fiber Reinforced Composite Material)


Bab I
Pendahuluan

Lumpur minyak atau Oil sludge (OS) merupakan hasil sampingan atau limbah yang terjadi pada kegiatan pemurnian (refinery) minyak bumi maupun pada waktu penampungan bahan bakar
minyak bumi. OS tersebut berupa lumpur atau pasta yang berwarna hitam kadang-kadang tercampur dengan tanah, kerikil, air dan lain-lain. Pada umumnya lumpur ini dihasilkan oleh pengendapan partikelpartikel halus pada Bahan Bakar Minyak (BBM). Endapan tersebut semakin lama semakin menumpuk pada bagian bawah dari tank-tank penyimpanan atau
pada pipa-pipa penyaluran BBM. OS mengandung bahan-bahan logam berat yang berasal dari proses refinery minyak. Oleh karena itu OS tidak diijinkan dipergunakan untuk keperluan misalnya untuk bahan bakar (briket) atau ditimbun dalam tanah (land fill). Di Indonesia, OS pada umumnya ditimbun dalam kolamkolam dan menumpuk bertahun-tahun. Sejak kegiatan kilang minyak beroperasi sampai sekarang belum ada kegiatan pengolahan yang sekaligus memanfaatkan menjadi produk lain. Biaya manajemen OS di area kilang minyak cukup besar, dapat memakan biaya US $ 0.5 ~ 1 juta per tahun.
Latar belakang dari penelitian ini adalah upaya memanfaatkan OS menjadi produk lain dalam rangka menangani limbah OS dan sekaligus untuk menciptakan nilai tambah OS. Basis penelitiannya adalah ditemukannya senyawa aditif yang mampu mengikat logam berat sehingga apabila OS diletakkan di alam tidak akan terjadi pencucian yang melarutkan logam berat. Di alam banyak ditemukan senyawa senyawa yang mempunyai afinitas terhadap logam berat dengan pembentukan chelat. Banyak literature menyatakan bahwa senyawa polyphenol alam mempunyai sifat menyerap logam berat. Hal ini disebabkan senyawa golongan ini mempunyai reaktifitas yang tinggi (Prasetya dan Roffael 1991).Penelitian ini ditujukan untuk pembuatan bahan komposit berserat lignoselulosa. Sebagai dasar pertimbangan adalah produk ini memiliki pemakaian yang sangat luas, baik sebagai bahan bangunan pengganti papan kayu. Salah satu keungggulan dari OS adalah sifat menolak air, sehingga diharapkan panel yang dibuat akan memiliki sifat yang tahan air. Produk-produk komposit untuk bahan bangunan yang mempunyai sifat tahan air sangat diminati saat ini,
khususnya di negara tropis dan lembab. Digunakannya OS di pabrik-pabrik pengolahan kayu yang ada di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kinerja pabrik-pabrik pengolahan kayu dimana saat ini sangat banyak yang bekerja dibawah kapasitas bahkan ada yang idle. Pada kenyataannya industri pengolahan kayu di Indonesia selama ini dan di masa mendatang masing tergolong industri penting ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi (sosio economic benefit). Ditinjau aspek sosial maka industri pengolahan kayu menyerap tenaga kerja lebih dari 18% (termasuk pulp paper) dari semua sektor yang ada (Biro Pusat Statistik 2001). Jumlah tenaga kerja tersebut terdistribusi cukup merata di semua propinsi baik industri besar, menengah, kecil dan industri rumah tangga. Untuk memperkuat kinerja dan daya saing industri perkayuan di masa mendatang diperlukan penelitian yang bersifat mendesak dan berhubungan dengan permasalahan yang aktual saat ini. Permasalahan yang cukup mendesak saat ini adalah kelangsungan bahan baku dan tuntutan pasar yang berkembang sebagai akibat tuntutan konsumen.Tuntutan pasar yang berkembang sebagai akibat tuntutan konsumen diwarnai dengan semakin gencarnya penolakan produk kayu olahan yang menggunakan bahan baku kayu dari hutan alam tropis dan mempunyai fungsi ekologi. Oleh karena itu pemakaian OS sebagai bahan kayu dapat menggantikan produk kayu olahan. Kecenderungan pasar yang berkembang lainnya adalah semakin ketatnya kualitas produk akhir khususnya berkaitan dengan pembatasan emisi bahan beracun dari produk akhir (seperti emisi formaldehida) yang ditimbulkan dari bahan perekat yang dipakai dalam proses. Emisi formaldehida dikatagorikan berdasarkan nilai ambang batas menjadi E1, E2 dan E3. Produk E1 dibawah 10 mg/100 g adalah suatu persyaratan mutlak bagi produk olahan untuk pangsa pasar negara maju (Roffael dan Dix 1988).









Bab II
Bahan dan Metode
1. Penyiapan Bahan OS
Dalam penelitian dipergunakan dua jenis bahan OS, yaitu (1) berasal dari tempat penampungan OS dan (2) dari kegiatan pencucian tanki minyak (tank cleaning). Sebelum bahan OS diperlakukan dengan bahan aditif pengikat logam berat, maka dilakukan penyaringan bahan-bahan pengotor dengan menggunakan saringan 100 mesh. Untuk itu OS
sebelumnya dipanaskan pada suhu 80ºC. Pengukuran sifat fisikokimiawi OS yang dilakukan antara lain kandungan padatan, kadar air, viskositas, pH dan kadar minyak.

2. Pembuatan Serat
Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) setelah dipisahkan kulitnya, dicacah dalam Drum Chipper, kemudian digiling dalam Ring Flaker. Serpihan kayu kemudian dikeringkan di udara terbuka sampai mendekati kering udara, setelah itu bahan direndam dalam larutan NaOH 10% selama 24 jam. Bahan dipisahkan dengan larutan dan dan dicuci dengan air sampai netral. Proses selanjutnya adalah penyeratan (defibrating) di dalam refiner. Bahan serat yang diperoleh kemudian dikeringkan sampai mencapai kadar air kurang lebih 15% di dalam oven pada temperatur 100ºC.

3. Pereaksian dengan Aditif Pengikat Logam Berat
Sebelum OS dipergunakan sebagai bahan untuk campuran komposit maka OS dipanaskan dalam labu yang dilengkapi dengan kondensor untuk menghilangkan kadar air. Pereaksian dengan aditif PTA08 dilakukan di dalam bejana pereaksi dengan sistem reflux pada temperatur 100ºC selama 1 jam. Jumlah PTA08 yang dipergunakan 5% dari berat OS yang direaksikan. Aditif PTA08 adalah campuran senyawa organik yang berbasis polyphenol alam berbentuk serbuk 40 mesh (Prasetya et al. 2002).

4. Pembuatan Sampel Komposit
Bahan OS yang telah direaksikan dengan aditif PTA08 kemudian dicampur dengan serat dalam Rotary Blender. Jumlah serat yang digunakan divariasikan 40, 50 dan 60% dari berat campuran. Resin Phenol Formaldehyde (PF) 2% dari berat total bahan disemprotkan ke dalamnya. Setelah campuran merata maka dilakukan pencetakan dengan ukuran 30 x 30 cm x ketebalan 1.5 cm. Campuran kemudian dipres pada suhu 150ºC selama 20 menit. Target berat jenis ditetapkan 0.5; 0.6; dan 0.7 g/cm3, dicapai dengan mengatur jumlah adonan dan ketebalan penyangga pada alat pres (distance bar). Setelah pengkondisian dalam suhu kamar selama 1 minggu, panel komposit diuji dengan menggunakan standar SNI 03-2105 (Anonim 1996).






























Bab III
Hasil dan Pembahasan

Pada Tabel 1 dicantumkan hasil pengukuran sifat fisikokimia dari dua jenis OS yang meliputi warna, kadar bahan pengotor, keasaman, viskositas kadar air dan kadar minyak. OS pertama merupakan OS yang diperoleh dari tempat penampungan OS di kilang minyak (OS-p) dan sedangkan OS yang lain diperoleh dari kegiatan pencucian tanki/tank cleaning (OS-c).
Table 1. Physico-chemical properties of OS.
Properties
OS-p
OS-c
Form
Liquid
Paste
Color
Black
Brown Black
Impurities (%)
9.0
2.7
Acidity (pH)
5.8
6.3
Viscosity (cp)
450
n.d
Moisture content (%)
24
0.4
Oil content (%)
2
5
n.d.: not determined
Ditinjau dari sifat fisikokimiawinya maka kedua jenis OS tersebut sangat berbeda, dalam bentuk, warna, bahan pengotor, viskositas dan kadar air, sedangkan dalam keasaman dan kadar minyak kedua jenis OS tersebut tidak berbeda banyak. OS-p 10 J. Tropical Wood Science & Technology Vol.4 • No. 1 • 2006 mempunyai kadar air yang cukup tinggi dibandingkan OS-c, demikian juga kadar bahan pengotor pada Osp lebih besar. Hal ini dimungkinkan oleh karena perbedaan dalam hal penanganan dan waktu penyimpanan. OS-p umumnya sudah berumur puluhan tahun. Setelah pereaksian dengan aditif PTA08, pengamatan menunjukan tidak adanya perubahan secara nyata sifat fisikokimiawi OS. Dalam proses pembuatan contoh uji komposit dijumpai beberapa catatan yang penting untuk pengembangan proses lebih lanjut. Misalnya, pencampuran OS dengan fiber dengan menggunakan proses konvensional sebagaimana dilakukan pada pembuatan komposit fiber dengan resin sedikit mengalami kesulitan untuk mencapai kerataan campuran. Hal ini disebabkan oleh adanya sifat pasta dari OS, oleh karena itu rotary blender harus dilengkapi dengan batang pemukul di bagian tengah.
Cara lain yang dapat ditempuh adalah menggunakan glue spreader, akan tetapi OS harus terlebih dulu dipanaskan pada suhu di atas 50ºC. Pada waktu proses pengepresan penyangga setebal 15 mm dipakai untuk menetapkan ketebalan papan. Hasil yang dicapai menunjukkan cukup presisi, yaitu dengan toleransi 5~8%.
WOOD CHIPS OIL SLUDGE

SOAKING 10% NaOH HEATING 80ºC

REFINER SCREENING

FIBERS REACTING 100ºC PTA

MIXING PF

MAT FORMING

PRESSING 150º C

CONDITIONING TESTING
Figure 1. The scheme of composite processing.

Pada Tabel 2 sifat fisikokimia komposit dari panel dicantumkan untuk kedua jenis OS. Sifat bahan terlarut pada panel yang diukur dengan pengocokan dalam air selama 24 jam berkisar antara 4.8~5.5%. Bahan terlarut dapat berasal dari perlarutan komponen fiber seperti hemisellulosa dapat terurai menjadi monomernya ketika diperlakukan dengan NaOH pada waktu pembuatan fiber. Hal ini terlihat adanya penurunan pH dibandingkan dengan pH OS asal. Penurunan pH dapat diakibatkan dari gugus asetil yang dikeluarkan dari fiber khususnya
komponen hemiselulosa. Lebih jauh diketahui bahwa kapasitas buffer menunjukkan adanya reaksi penetralan ketika larutan direaksikan dengan NaOH.

Table 2. Physico-chemical properties of composite (density 0.5 g/cm3; fiber content 50%).
Properties
OS-p
OS-c
Solvent (%)
5.5
4.8
Acidity (Ph
5.7
5.4
Buffer capacity (mmol NaOH/100 g)
22.0
25.0
Moisture content (%)
11.5
8.5
Formaldehyde emission
(mg/ 100 g panel)
2.9
4.8

Secara umum antara komposit yang menggunakan Os-p dan OS-c tidak terjadi perbedaan
yang berarti. Salah satu keunggulan sifat panel dengan menggunakan OS adalah rendahnya emisi formaldehida yang diukur dengan menggunakan metoda WKI (Roffael dan Dix 1988). Angka emisi formaldehida di bawah standar yaitu untuk E0 adalah dibawah 5mg/100g sampel. Terjadinya emisi formadehida diduga dari resin yang dipergunakan yaitu resin PF.
Table 3. Density of composite (g/cm3).

OS Type
Fiber content
(%)

D 0.5
D 0.6
D 0.7
OS-p
40
0.50
0.62
0.70

50
0.52
0.64
0.73

60
0.53
0.59
0.69
OS-c
40
0.50
0.58
0.71

50
0.51
0.61
0.72

60
0.49
0.59
0.68

Kekuatan mekanik suatu komposit bergantung pada densitas produk yang dalam percobaan ini ditentukan berdasarkan berat bahan dan ukuran panel. Dalam percobaan ini ditargetkan densitas panel adalah 0.5; 0.6 dan 0.7. Hasil pengukuran densitas menunjukan bahwa densitas panel tidak menyimpang jauh dari densitas yang ditargetkan (Tabel 3). Dengan demikian variasi hasil pengujian sifat mekanik seperti keteguhan rekat, keteguhan patah dan keteguhan lentur diharapkan hanya dipengaruhi oleh perlakuan komposisi dan kelompok berat jenis. Seperti terlihat pada Tabel 4 keteguhan rekat komposit berkisar dari 2.3~4.0 kg/cm2. Hasil ini relatif lebih rendah dibandingkan produk-produk komposit kayu seperti MDF (medium density fiberboard) atau particle board. Namun demikian dalam hal keteguhan patah (MOR) produk yang dihasilkan menunjukan hasil yang cukup memuaskan

Table 4. Internal bond of composite (kg/cm2).

OS Type
Fiber content (%)

D 0.5
D 0.6
D 0.7

OS-p
40
2.3
2.5
3.4

50
3.6
3.0
3.7

60
3.2
3.4
3.6
OS-c
40
3.5
2.4
3.6

50
3.6
3.3
4.0

60
2.8
3.2
3.8

Nilai MOR berkisar antara 75~120 kg/cm2 (Tabel 5). Lebih jauh nilai MOR komposit mengalami kenaikan dengan kenaikan jumlah persentase fiber dalam komposit dan dengan kenaikan densitas.
Table 5. Modulus of rupture (kg/cm2).
OS Type
Fiber content(%)
D 0.5
D 0.6
D 0.7
OS-p
40
75.6
87.7
105.6

50
86.6
99.4
110.4

60
89.5
100.4
113.6
OS-c
40
87.5
98.4
116.4

50
88.6
99.6
118.3

60
90.8
104.5
119.9

Table 6. Modulus of elasticity (kg/cm2).
OS Type
Fiber content(%)
D 0.5
D 0.6
D 0.7
OS-p
40
5050
6560
9670

50
6060
8600
9400

60
6080
8850
10450
OS-c
40
5900
8500
9800

50
6500
8450
11200

60
6880
8950
10890
Kecenderungan ini juga terjadi pada hasil pengujian keteguhan lentur (MOE) yaitu semakin besar densitas dan semakin banyak jumlah fiber keteguhan lentur semakin tinggi. Nilai MOE panel 12 J. Tropical Wood Science & Technology Vol.4 • No. 1 • 2006 berkisar antara 5000~7000 kg/cm2. Jika dibandingkan produk lain yang berbasis kayu maka keteguhan lentur ini relatif lebih rendah, namun jika dibandingkan dengan produk komposit dengan perekat anorganik seperti cement board, pulp board dan gypsum board maka nilai keteguhan lentur produk lebih baik. Salah satu karakteristik komposit yang cukup penting adalah sifat-sifat yang berkaitan dengan stabilitas dimensi dan penyerapan air. Stabilitas dimensi ditetapkan dengan mengukur pengembangan tebal setelah perendaman dalam air 24 jam. Produk komposit yang dihasilkan mempunyai kestabilan dimensi cukup baik. Pada Tabel 7 dicantumkan hasil sifat fisik stabilitas dimensi 8~18%. Nilai-nilai yang di bawah 12% memenuhi persyaratan standar. Lebih jauh dapat diamati bahwa pengembangan tebal produk meningkat dengan kenaikan densitas dan kandungan fiber. Dalam hal penyerapan air sifat komposit juga menunjukan sifat yang relatif lebih baik dibandingkan dengan produk komposit kayu lainnya seperti particle board dan MDF (Tabel 8).

Table 7. Dimensional stability of composite (%).
OS
Type
Fiber content
(%)

D 0.5
D 0.6
D 0.7
OS-p
40
8.3
12.5
15.7

50
10.4
14.6
17.8

60
11.5
14.3
17.7
OS-c
40
9.7
14.9
16.6

50
12.5
15.4
17.3

60
13.7
16.5
17.4

Table 8. Water absorption (%).
OS Type
Fiber content(%)
D 0.5
D 0.6
D 0.7
OS-p
40
17.0
16.8
15.4

50
16.9
17.0
18.5

60
17.3
18.3
19.5
OS-c
40
16.8
15.6
18.3

50
17.5
17.4
18.3

60
17.7
18.2
19.9

Dengan nilai penyerapan air di bawah 20% maka telah memenuhi persyaratan standar. Pada umumnya penyerapan air pada produk komposit kayu lain dengan menggunakan fiber dari kayu Sengon sulit mencapai angka dibawah 30%. Hasil pengujian kandungan logam berat produk ini relatif rendah dan memenuhi persyaratan leaching test (Tabel 9). Dengan demikian produk ini dapat digunakan untuk keperluan pemakaian di luar (eksterior).

Table 9. Leaching test results.

Analyisis
Value (mg/L)
Cadmium
Cd < 0.009
Chromium
Cr < 0.030
Copper
Cu < 0.030
Tin
Pb < 0.090
Zinc
Zn 0.060
Silver
Ag < 0.050
Mercury
Hg < 0.500
Selenium
Se < 5.000
Arsenic
As < 4.000




























Bab IV
Kesimpulan

Lumpur minyak (OS) dapat digunakan sebagai bahan pembuatan komposit dengan sifat-sifat kompetitif dibandingkan produk-produk lain. Dari segi teknik pembuatan dapat dilakukan seperti proses konvensional, hanya pada waktu blending perlu penambahan pengaduk mekanik. Hasil pengujian menunjukan bahwa secara umum OS dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan komposit dengan kekuatan menengah yaitu MOR mencapai 75~120 kg/cm2 dan MOE 5000~7000 kg/cm2. Daya serap air sangat baik yaitu mencapai dibawah 20% sedangkan pengembangan tebal mencapai 8~18%. Dari aspek lingkungan produk ini memenuhi syarat baik aspek emisi formadehida dan pencucian logam berat (leaching test).






















Daftar Pustaka

Anonim. 1996. Mutu Papan Partikel. SNI 03-2105.
Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2001. Data-data Ekspor Impor Indonesia, BPS. Jakarta.
Prasetya, B.; E. Roffael. 1991. A Novel Method for Determination of Reactivity of Tannin by Cross link with Formaldehyde. Eu. J Wood Industries. Holz Roh Werkst of. 49.
Prasetya, B; P. Kasinoputro; N.S. Wahyu. 2002. Pemanfaatan Oil Sludge sebagai Bahan Pembuatan Campuran Beraspal Panas. (Patent dalam proses pengajuan di Dirjen HAKI, DepKeh).
Roffael, E.; B. Dix. 1988. Lignin and lignin Sulfonate in Non Conventional Bonding. Eu. J Wood
Industries. Holz Roh Werkstof. 49. Utilization of Oil Sludge as a Lignocellulosic Fiber Reinforced Composite Material (Bambang Prasetya, Sudijono and Purwadi Kasinoputro) 13 Diterima (accepted) tanggal 1 April 2005
Bambang Prasetya
Pusat Penelitian Bioteknologi (Research Center for Biotechnology)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Institute of Science)
Jalan Raya Bogor Km 46, Cibinong
Pusat Elemen Bakar Nuklir-BATAN. Komplek Puspiptek Serpong.
14 J. Tropical Wood Science & Technology Vol.4 • No. 1 • 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar