Senin, 21 Oktober 2013

Setanggi Fisika

Terusik tiba-tiba ingatan ku oleh kenangan dulu bersama teman-teman seperjuangan mengarungi lautan ilmu yang penuh tantangan bernama “UNIMED”. Minoritas yang membuat ukhuwah itu terasa indah. Sebab dari hampir 50 orang dikelas  kita hanya tinggal bersepuluh saja, tahapan tahapan yang kita lalui tidaklah cepat untuk menjadikan kalian begitu lekat diingatanku sampai saat ini , tapi butuh waktu yang lama. Berikut perjalanan itu….
“Dan kita bertemu dikampus hijau”
Awalnya kita tidak saling mengenal, saat pertama kali mendaftar ulang aku berkenalan dengan gadis manis yang wajah nya agak ke nias-niasan J nama nya “Nisa” anak PMDK dari sidempuan. Perlu diketahui Nisa atau yang sering ku panggil UUN (*entah dari mana asal panggilan itu, aku juga lupa) sekarang sudah menikah mendahului kami :D. Selanjutnya perkenalan kami lanjutkan di kelas ketika semua sudah masuk. Eh,,,, bukan bukan… kalau tidak salah dimulai dari masa PAMB (alias masa MOS) kami berkenalan, karena waktu itu yang muslim dipisahkan dengan yang non muslim sebab ada kegiatan ibadah. Nah… lanjut dikelas kami juga belum begitu akrab, tapi sudah terlihat benih- benih persahabatan itu.. uhuuuuuuiii.
Mungkin sekitar semester 3 kami baru akrab dan dekat , ditandai dengan sering ke mesjid bareng (chck…chck… keliatan sholeh dan sholeha nya yak :D), makan bareng dan kerja kelompok bareng (ehm…. Gak diragukan lagi kayaknya Indeks Prestasi kami…hahaaaai)
Hari berlalu… dan keindahan itu semakin terasa kala sahabat menjadi tempat berbagi dan saling memahami, bukan saling menjatuhkan malah saling memotivasi. Suka banget deh… dengan Solidaritas sahabat-sahabatku ini. Walau sks nya beda-beda tak membuat kami saling berjauhan , bahasa kerennya datang bareng , pulangnya pun bareng. Apalagi waktu kami sama-sama tergabung di “ukmi” (Organisasi Internal Kampus Unit Kegiatan Mahasiswa Islam Unimed , jadi syuro’ nya pun bareng-bareng. Yang gak bisa dihindari itu………… “kegokilan kami… yang kadang kadang kena’ tegur hehe”
Semakin seru ketika kami beranjak dewasa :D menempati semester 6, hihi…
Awalnya ide akhwatnya mengadakan pengajian MUFSIND’O6 (sebutan untuk Muslim Fisika Non Dik Stambuk O6), dan akhirnya ide itu dikabulin ma kelompok ikhwannya. Jadi deh… kita buat pertemuan 1 minggu sekali agendanya tu,,, Tahfidz dan Tahsin Qur’an juga ada materinya yang dibawakan secara bergiliran dan selain itu ada juga diskusi pelajaran. Eits….. bicara Tahsin Qur’an pasti bingung kan… siapa yang ngajari kami? Ngundang ustadz?, hmm… jangan salah bro,,sist,… temen kami bernama Ust.Mukhlizar ,nah kenalin… beliau tu jago banget fisika nya prestasinya gak diragukan lagi, lain urusan percintaan nya ya.. kalau masalah itu ehm,,, saya angkat tangan haha,,, (peaceeeee bro izal) , nah kembali ke laptop, beliau ini juga Qori’ di provinsi nya (ACEH). Nah jadi beliau yang menjadi guru ngaji kami, memperbaiki tahsin kami. Weizzzzzzz………….. keliatan seru kan,, jangankan kalian , aku juga pengen masa-masa itu kembali J Miz U ol, Fren <3 p="">

Lalu kami pun mulai memikirkan masa depan kami secara serius (haha, serem amat yak!) ada yang mebahas topic pernikahan, S2 dan pekerjaan, bawaan nya pengen cepat-cepat wisudaaaaa aja. Masa masa galau nih Fren J.
Ya emang bener ketika masing-masing sudah mulai sibuk dengan misi-misi nya Pkl, penelitian, skripsi , seminar, sidang, dan sejenisnya yang selalu menghantui kami,,, luarrrrr biasa sibuknya saat itu. Nah…. Untuk merefreshkan persahabatan kami, mufsind de genk pun berencana mengadakan tour (Rihlah)……dan Alhamdulillah rencana pun di Aminkan meski tidak semua yang ikutan. Akhwatnya 3 orang dan ikhwannya 5 orang jadi ada 2 orang yang gak ikut.
Tour dengan merental sebuah mobil, supir nya bro Izal dan Bro Irwan pembalap dari negri seribu pulau :D. Perjalanan di mulai dari Medan, lanjut ke Aek nopan (kediaman bro Tri, emm, ganti bro Andi, nah gini lebih enak didengar) bermalam disana, paginya berangkat ke Asahan, tujuan nya ke Air terjun yang besaaaaaaaaar banget (lupa namanya apa,,,, hadeuuuh) yang pasti kereeeen banget. Perjalanan yang seru dengan candaan candaan yang menghangatkan suasana. Lanjut ke Danau Toba(parapat) singgah buat makan siang ditepi danau sambil beristirahat and then, balik ke Medan. Tadinya aku masih mau mengajak teman-teman ke Pantai perbaungan L tapi apa daya langit sudah mulai gelap. Biaya rental pun takut bengkak hihi.
Oya, lupa… di perjalanan hampir saja terjadi accident, Tapi Alhamdulillah, Allah masih sayang kepada kami, accident terelakkan oleh penyetir handal bernama bro Izal, walaupuuuuuun teriakan tetap terjadi. Hehe (paling keras kayaknya teriakan ku hihi,,,).
Persahabatan yang unik , menarik dan keren aku rasa begitu, mereka begitu menginspirasiku, setiap mereka punya sesuatu yang menjadi nilai plus yang bisa ku petik dan untuk dijadikan pelajaran. Dan akhirnya kami terpisahkan oleh kata kata Wisuda, dan sekarang mereka semua sudah sukses dengan apa yang mereka ikhtiarkan, aku bangga pernah dan akan selalu menjaga hubungan pertemanan dengan mereka. Rindu itu menggebu ketika salah seorang sahabat kami melangsungkan pernikahan minggu lalu. Tak disangka rasanya kami sudah melalui hari-hari yang cukup panjang dan saat nya berbenah mempersiapkan untuk hal yang lebih besar lagi. Karir dan Rumah tangga, hingga Syahid, syahidah dijalanNya. Kalian…. Ya kalian… ku titipkan do’a ku kepadaNYa untuk kalian lewat do’a Robithoh. Semoga kalian pun juga demikian tidak melupakan dan saling mendoakan, kali aja anak kita nanti berjodoh wkwkwkw (jauh banget mikirnya).
Oke,,, sekarang aku udah punya banyak anak, maksudnya anak murid hehe.
Baik, aku bakalan kenalin para pemeran pemeran di kisah ini, 10 orang kan tadi?? Oke 10 orang saja J
Mulai dari, yang paling imut yak
Intan (Me) : TEEEETTTTTTTTTTTTTTTTTTT (Disensor semua hahahaha)
Julaiha Siregar   (Jule): Sobat yang satu ini selalu tampil menawan dengan logat bataknya, yang keren dari dia tu adalah “Mandiri” and “Fight” salut, salut, salut dan bangga jadi teman jule. Diawal kuliah dulu Jule punya  kisah tersendiri hmmm… detail kisahnya juga aku lupa. Dewasa dan berwibawa dan tepat jadi teman curhat . Zuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu miz u banget dah J emm,, sekarang zu kerja di… kabar terakhir sih di Pekan Baru tapi gak tau kalo’ sekarang, entar saya update lagi yak.
Ria Yuliana (mbak iyak) : Mbak ku yang satu ini, duuuuuuh dewasaaaa banget, usianya emang terpaut 2 tahun diatas usia ku (secara gue paling muda hihi) penyayang dan lembut,pokoknya so cuteeeeee, dah. Teman curhat yang cooool, ngadem banget kalau dah sama mbak iya, kalau di genk kami ni emak kami hehe. Sekarang beliau mengajar di SMP dan SMA PAB di kec.percut sei Tuan Medan.
Anisah Awaliyah Hasibuan (Nisa): Sohib ku semenjak nginjakkan kaki di Unimed, rada manja, agak tomboy (hobinya manjat pohon, hahai!) tapi dewasa juga (bawaan anak sulung kali yak ), lucuu, unik. Sohib ku yang satu ini tempat ku meminta saran en kritik dulu. Kemana pergi sering bareng, sampe’ ada yang bilang kakak adek.  Nisa paling ramah ma dosen, kalau ada apa-apa kami ngedepankan nisa (maju sa…. Kami dibelakang mu,,) hehe,  selain pinter en cantik nisa juga sahabat yang paling care. Sekarang Nisa sudah dipersunting oleh pangeran nya, hihi.. dengan seribu kisah yang haru biru dan ending nya pasti suka cita ya kan sha? Nah, bicara Jodoh. Ane punya kalimat yang sepertinya lumayan penting buat kita ingat, ALLAH telah menempatkan ruang dihati kita untuk diisi oleh seseorang yang Allah juga sudah tentukan siapa orangnya. Jungkir balik bla…bla ..bla.. teteeeeuuuup ALLAH juga lah penentu ending dari kisah pencarian itu. Well… semua akan indah sesuai rencanaNYa. Sa,,,,love u emmmmmuah.
Nita Kartika Rini (NiQaRie or Nita): Sobat ku yang paling manis ini, berasal dari negri keraton hehehe( abisnya agak agak anggun gituu), kembaran dari Nia(kakaknya) adalah sahabat kami yang cantik, manis, pinter, sholeha, rajin, sweet lah, paling laku dikalangan kami, hehe( peaceeeeee ta!) Terbukti banyak yang suka ma Nita. Orangnya setia kawan banget, rada manja juga sih,, tapi kayaknya lebih banyak dewasanya. (kayak nya aku baru sadar kalu temen—temen ku tu, dewasa semua pemikirannya). Sekarang sohibati Nita sedang melanjutkan S2 nya di Univ.Ahmad dahlan Jogjakarta,, sukses selalu mbak taaaaa, olweis mis u :*
Dah…abis ngebahas akhwatnya sekarang ikhwannya… misi….. bro bro sekalian, Mulai dari yaaaaang… jelek, eeh.. yang imut aja deh…(iiiiiiihh…..emang ada?) yang paling muda aja deeeh…(hmm,, ntar ke GR an,, sok muda) ya dah deh… adilnya mulai dari susunan abjad aja.
Tri Siswandi Syahputri eh,, Syahputra maksudnya (Andi or Tri): sohibku yang ngaku paling ganteng seantero ini, temen yang paling.. (maap ya broooo, kalau ada yang salah ketik hihi) maksudnya yang lebih childest dari pada temen yang lain hihi, (ngaku looo). But basicly, dia punya pemikiran yang dewasa juga koq, mandiri lumayan , pinter sooo pasti anak fisika gak ada yang gak pinter walaupun pinternya pinter ngibuul yang penting pinterrrrr hahaha, baiiik , care, fun dan selalu melakukan hal-hal yang lebih baik. Prestasinya mungkin bisa dikatakan lumayan lebih banyak dari kami terutama aku hehe, saluut deh buat soohib ku yang satu ini, selain cakep ,sholeh,pinter juga dan perlu di”catat” teman2! dia masih single ayooooooooo siapa mauuuuuuuuuuuuuuuuuu hehe. Now, dia sekarang melanjutkan study S2 nya di ITB, cieeee.. komplit kan kekerenannya (* ndi,, Goban bayar diluar, transfer juga gak apa hahaha)
Fajran Rahman (Fajran): baru-baru ini terharu oleh kisahnya, tapi its OKe, ALL is WELL… hehe (yiaaaak, sotoy beuuud gue mah). Temenku yang ini orang nya pendiem , tapi punya banyak pemikiran (haha.. kalau gak mikir apa cobak namanya?:D) maksud akuu, pinter creative, aktif, tinggi dan,,, apalagi yak? Selanjutnya kalau mau tau lebih banyak add aja FB nya #Fajran Rachman hehe(promo lagi). Sekarang sedang mengelola bisnis optimizer nya. Keren kaan (siapa mauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu hihi)
Mukhlizar (Izal): Yang satu ini emang sering timbul tenggelam di geng kita a, maklum ilmu filsafatnya di atas rata-rata  diantara kami hahaha.. Play Boy (tampang nya doankkkk,,, kayak nya setia deh , peace broo), pinter (weizz kagak diragukan), baik dan solid juga. Sekarang beliau menyambung study s2 di ITB dan juga seorang dosen. Keren keren ya teman ku.. (siapa maaaaa…… gak jadi deh… haha) dah laku kayaknya. :D
Muhammad Zainal Arif Hutabarat (Ze): Eits… jangan liat dari marga nya yang kedengaran batak banget, ni orang punya hati yang lembuuuut banget, hihi. Ip nya selalu bagus ( ngiriiii L) caree dengan temannya paling solid suka membantu ,, yuhuuuuuu 4 thumbs buat zeeeeeeeeeeeee. Sobatku yang satu ini misterius banget( eng… ing…. Eng….) . dan banyak banget fans nya (yeeeeee beri applause…….:D)
Sekarang ……. L I don’t Know about him. Abisnya susah banget dihubungi nya, :P
Nova Irwan (Ir): Sohib yang satu ini bersuku aceh, paling cool and dewasa di antara yang lain. Playb… teeet (ntar kena jitak pula… hehe) yang pasti pinter, baik, dan lika liku percintaannya paling banyaaaaakkkk :P (d’t angry brooo, la taghdob wa lakal jannah) yuhuuuu. Dengar kabar beliau akan menikah, amiiiiiiiiiiiiiiiiiiin. Moga bener ya freeeeen, do’ain yaaaaakkkk, Sekarang beliau sedang menyelesaikan study S2 nya di Unimed.

Naaah…. Tu lah sohib sohib best ku dulu , sekarang dan InsyaALLAH selamanya…. I cant Forgetted U are.
Do’ain yaaa kami bisa ngumpul buat reuniaaan. Maklum lah pada sibuuuk semua. J
Bicara tentang sahabat, Yuk kita tinjau hadist berikut:
Dari Nu’man bin Basyir r.a., Rasulullah SAW bersabda, 
“Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang di antara mereka adalah seumpama satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit maka mengakibatkan seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur.” 

(Hadis riwayat Muslim)

“Seorang Muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menzaliminya, merendahkannya, menyerahkan (kepada musuh) dan tidak menghinakannya.” 

(Hadis riwayat Muslim)
Nah,, gimana? Sahabat itu penting kan. Bersahabat dengan alam, dengan makhluk Nya. But,,,,,, dalam berteman juga harus bisa selektif, artinya jangan mudah terjerat dengan sikap teman yang tidak baik. Kalau sudah terlalu percaya maka mudah lah terbaur dengan sikap buruk nya. Tapi sebaliknya jadilah sahabat yang selalu mengajak kepada kebaikan.
Tuuu….. gak heran kalau ada pepatah yang bilang
“berteman dengan penjual minyak wangi maka kita kecipratan wangi nya, artinya berteman lah dengan orang-orang yang sholeh , semoga ikutan sholeh juga
Well,,,, akhir tulisan ini akan saya hiasi dengan sebait  syair dari maidany nasheed. 

ehm,,, check, check...

"jiwa ini telah dihulu rindu, tuk hadirkan satu hati bersama mu, sahabat mari kita bangun kembali, segalanya disini,,, datang lah bersama iman di jiwa... 
Hadirmu.. semoga membawa cahaya di dalam ukhuwah kita yang kan kita jalin bersama, semoga kerinduan kita akan kejayaan kembali hadir di dalam kebersamaan kita semoga..." 

:)


Rabu, 04 September 2013

Science Club OH........ SCIENCE CLUB

Untuk ke depan nya blog ini akan membagikan cerita yang seru di kelas "Science Club" .
Yang dirangkum dalam Cerbung "Spektrum Warna di Jingga Science Club"

^_^

Sainstar : Anggota science club
MOS (Master of science): aNGGOTA sAINS AND MATH club
Asst.Prak : Asisten praktikum


 

Senin, 03 Juni 2013

jadi gitu lah ceritanya :)


Tak terasa 2 tahun sudah perjalanan ku disini.. rasanya baru kemarin aku memenuhi panggilan kerja ditempat yang ssebelumnya tak pernah terpikirkan oleh ku. Jauh dari harapanku bekerja disebuah sekolah dasar mendidik anak-anak kecil yang sebenarnya tidak seperti yang aku inginkan. Aku lebih tertarik menjadi seorang ilmuwan , bekerja disebuah badan penelitian atau menjadi seorang pengusaha. Tak pernah aku berfikir menjadi seorang pengajar walaupun mama dan kakak kakakku semuanya guru bahkan adik paling kecilku juga menempuh kuliah jurusan pendiddikan bahasa inggris. Aku tak tau apa dibenak mereka sehingga mereka memutuskan untuk menjadi guru saja. Dan berbeda dengan ku, walalupun begitu ketika kuliah dulu aku sempat menjadi seorang tentor di sebuah bimbingan belajar di kota tempat ku kuliah dulu. Dan sama sekali aku tidak menikmatinya aku merasa mengajar itu terlalu serius dan terlalu kaku. Aku tak bisa berinovasi bergerak kesana kemari.

Buk intan……..

Ya itulah cara mereka memanggilku, wajah wajah lucu yang innocent, yang terkadang membuat ku kesal tapi lebih sering meluluhkan hatiku. Yah,,, tentu aku menyukai anak anak layaknya kebanyakan perempuan. Karena memang demikianlah harusnya perempuan itu. Tapi tetap saja sikap ku yang kekanak- kanakan terkadang tak seimbang dengan cara ku mendidik mereka. Tapi dengan sikap yang sperti ini aku merasa lebih dekat dengan mereka,  aku tak perlu memperlihatkandiriku sebagai guru yang harus mereka takuti. Aku lebih suka mereka menganggap ku sahabat. Ya,,, sahabat atau seperti ibu mereka sendiri.
Tentunya dengan gelarku sebagai sarjana sains (S.Si) menempatkanku sebagai guru Sains. Yah…. Walau sebelumnya aku harus tertatih dulu mengajar dikelas rendah yang penuh dengan anak- anak seribu karakter. Ada Fikri , Husein dan anak anak yang lain yang memiliki keunikan sikap. Tapi jujur anak- anak itu pernah membuatku merasa rindu dan kangen.. *sama aja .

Dipertengahan tahun aku mengajar disini aku ditempatkan menjadi guru science dikelas 3,4 dan 5. Aku mulai semangat karena anak-anak seusia mereka antusias mendengar cerita-cerita ku tentang betapa asyiknya pelajaran sains itu, betapa serunya menjadi seorang ilmuwan dan betapa indah nya andai menjadi seorang astronot. Mission imposible kata sebagian orang, tapi setidaknya aku bisa menularkan ambisi ku kepada mereka. Yah… menjadi astronot. Seperti cita-citaku sejak kecil dulu. Jujur memang sejak aku duduk dibangku SD aku memang menyukai pelajaran IPA, dan ketika duduk dibangku SMP aku mulai jatuh cinta dengan pelajaran fisika, MTK dan biologi. Dan ketika SMA cinta itu semakin menjadi –jadi BIOLOGI is my favorite study, dan fisika adalah pacar kedua ku setelah biologi dan mate matika adalah bunga kehidupanku. J
Ketika masuk jalur SPMB utusan sekolah aku memilih Ilmi kedokteran di sebuah universitas teratas di Indonesia. Tentu , kata orang mission imposible, anak seorang guru dan tukang becak koq mau jadi dokter? *may be like that! Tapi mungkin buikan karean mengaminkan alasan itu sehingga aku tidak lulus disana. Tapi lebih karena Allah merencanakan yang lebih baik lagi dan yang sesuai dengan apa yang aku butuhkan. Jadilah, aku mengikuti jalur test masuk ke perguruan tinggi negri dan Alhamdulillah aku lulus di jurusan Fisika. Aku menikmatinya walau jatuh bangun.
 Yah itu lah sepenggal kisah ku tentan aku dan science.


Waktu terus berlalu, dan aku memutuskan berada disini lebih karena ketika itu aku punya masalah dengan mental ku yang terganggu karena ada sesuatu yang mengganggu ruhiyah ku, sampai aku takut dan tak ingin jatuh lebih jauh lagi. And than aku memilih untuk berada disini agar aku berada di lingkaran yang tepat yang akan menjagakan ku dari hal- hal yang tidak aku inginkan. Yah sampai disitu aku bertahan dan semua untuk kebaikan ku, seiring waktu yang berjalan aku menikmati dan berinovasi dalam menyatukan antara profesi dan hobby. Dan jadilah cara mnegajarku yang seperti ini. Sekolah elite dikota ini lah yang mejadi tempat ku bekerja, dan ini lebih banyak mendukung sistem mengajarku, meski beberapa kali apa yang aku inginkan tidak di iyakan! Tapi aku tak akan menyerah


Aku merasa sudah baikan sekarang, aku merasa sudah bisa mendiri tanpa perlu dijaga di lingkaran ini. Dan aku sedang merencanakan sesuatu untuk kehidupan kedepannya yang lebih baik lagi dari ini * semoga. Aku tak boleh terdiam dan terpaku di tempat ini, walau ini zona aman tapi ini yang membahayakan . “ The highest Jump!!!! Lets goooooo!!!”

Minggu, 02 Juni 2013

Ketika Akhwat mengajukan diri..

- “Assalamu’alaikum…” sapaku dengan nafas setengah tersengal pada Ka Mia sambil cipika cipiki.
“Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh… Sehat Dhir?” balasnya sambil tersenyum.
“Alhamdulillah Ka… Kakak udah lama di sini?” sahutku sambil menyelonjorkan kaki.
“Baru nyampe juga kok… Mbak Syifa telat katanya, kita diminta mulai dulu. Kita tunggu satu orang lagi aja ya baru kita mulai liqonya…”
“Ok deh ka…”
Kami sama-sama terdiam; aku melepas lelah sambil mengatur nafas yang sempat tersengal karena terburu-buru menuju masjid ini, sedangkan Ka Mia berkutat dengan BB di tangannya. Entahlah, aku melihat ada semburat yang berbeda dari wajah Ka Mia. Seperti tahu sedang diperhatikan olehku, Ka Mia langsung mengalihkan pandangannya dari BB di tangannya ke arahku.
“Dhira, gimana kabar CV-mu? Udah ada CV ikhwan yang masuk belum dari Mbak Syifa?” sungging senyumnya dan pertanyaannya membuat hati ini dag dig dug.
Waduuh, kenapa tiba-tiba sang kakak menanyakan hal ini? Aku sebenarnya sudah lama tak ingin membahas tentang hal ini. Ya, sepertinya memang belum bisa tahun ini dan aku sudah menggeser planning itu di 2012 nanti.
“Hmm… belum ka… Kakak sendiri gimana? Udah lagi proses yaaa?” jawabku sambil menggodanya.
Ya. Kami berdua sama-sama sedang dalam masa pencarian dan penantian sang belahan jiwa. Kadang, waktu-waktu menjelang liqo atau setelahnya-lah yang membuat kami sering berbincang tentang masalah perkembangan proses pencarian dan penantian ini. Seperti saat ini yang kami bincangkan.
Teringat dulu, ketika satu bulan aku memasuki kelompok baru ini, ada program ta-akhi (dipersaudarakan) dari Mbak Syifa. Aku dan Ka Mia adalah salah satu pasang ta-akhi dalam lingkaran ini. Program ta-akhi dalam lingkaran kami katanya bertujuan untuk saling menjaga satu sama lain, saudara yang dita-akhikan adalah yang harus paling tahu tentang kondisi saudara yang dita-akhikan dengannya. Walaupun usia Ka Mia terpaut 3 tahun di atasku, tapi kami sudah seperti sahabat dekat, saling bercerita termasuk masalah proses ini. Ya, program ta-akhi dalam suatu ‘lingkaran’ ternyata amat berdampak untuk bisa saling menjaga.
“Aku juga belum, Dhir… Hmm… karena aku menempuh jalan yang berbeda dari yang lain…” wajah Ka Mia terlihat memerah.
Aku memandanginya dengan bahasa wajah tak mengerti.
“Sebenernya, aku udah ada kecenderungan dengan seorang ikhwan…” lanjutnya sambil lekat memandangku dan sepertinya ingin tahu apa reaksiku.
“Hah?? Beneran Ka? Siapa? Aku kenal gak?” rasa penasaranku mulai mencuat ke permukaan hingga bertubi-tubi pertanyaan terlontar.
“Dhira pernah ketemu kok sama orangnya. Inget ga waktu dulu pas Ramadhan, kelompok liqo kita bantuin ngadain buka puasa bersama anak yatim dari kantorku? Nah, yang jadi MC-nya itu, Dhir…” Ka Mia memberikan clue.
Aku mencoba mengingat-ingat. Tak sampai 5 menit, aku bisa mengingatnya dengan jelas. Seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak tanpa peci membawakan acara buka puasa bersama anak yatim di daerah Jakarta Selatan. Gayanya yang supel dan agak selengekan, tak memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia seorang ikhwan. Tapi cukup salut dengannya karena bisa membuat anak-anak kecil tertawa dengan lelucon yang ditampilkannya. Aaaahh, ga salah niih Ka Mia ‘naksir’ ikhwan seperti dia? Ka Mia yang terkenal shalihah, kalem dan berjilbab lebar ‘naksir’ ikhwan yang agak selengekan itu.
“Hm… bukannya kakak ga kenal dia sebelumnya ya? Dia itu kan yang ‘punya’ wilayah tempat santunan anak yatim itu bukannya? Ketemunya pas acara itu aja kan?”
“Iya, awalnya emang ga kenal. Ketemu dia juga pas koordinasi beberapa hari menjelang acara dan saat acara. Tapi setelah acara, tepatnya menjelang Idul Fitri, dia add FB-ku. Dari situ akhirnya ada komunikasi via FB. Dan ternyata kantorku juga tertarik untuk menyalurkan qurban Idul Adha di daerahnya, maka jadilah komunikasi itu terjalin kembali.”
“Hoo… gitu… Hmm… boleh tau ga ka? Apa sih yang membuat kakak naksir dia?” rasa keingintahuanku semakin memuncak, hanya ingin tahu apa yang membuat akhwat seshalihah Ka Mia ‘naksir’ seorang ikhwan.
Dari kejauhan, muncullah seorang akhwat bergamis biru dongker. Rina, seorang saudari di lingkaran ini juga. Maka seperti kesepakatan di awal, liqo ini akan dimulai jika sudah ada satu akhwat lagi yang datang.
“Kapan-kapan lagi aja ya Dhir ceritanya…” ujar Ka Mia setengah berbisik sebelum akhirnya Rina mendekati kami.
Liqo pun dimulai dengan tilawah dan kultum. Tak berapa lama kemudian, Mbak Syifa datang dan memberikan materi tentang sabar.
Tiba-tiba selagi asyik mengetik poin-poin penting dari materi yang disampaikan oleh Mbak Syifa, HP yang kupegang bergetar. Ada sms masuk. Dari Ka Mia rupanya, padahal kami duduk bersebelahan.
“Dhir, aku mau lanjutin cerita yang tadi, bada liqo, bisa ga? Tapi khawatir dirimu pulang kemaleman…”
Secepat kilat, kubalas smsnya: “Insya Allah bisa Ka. Nanti aku pulang naik bajaj, tenang aja… :)”
“Siip klo gitu, nanti kita sambil dinner aja sekalian…”
“Azzzeeekk… ditraktir… hehe… ^_^ …”
“Siip, insya Allah… ^_^ …”
Adzan berkumandang, liqo ditutup sementara untuk shalat Maghrib lebih dulu. Aku tak sabar ingin tahu kelanjutan cerita dari Ka Mia, cerita seorang akhwat yang punya kecenderungan lebih dulu terhadap ikhwan. Jarang-jarang ada yang cerita seperti ini ke aku, patut didengarkan. Ya walau kadang ketika seorang akhwat bercerita tak memerlukan saran, maka cukupkan cerita itu sebagai pelajaran.
Liqo pun dilanjutkan. Setelah diskusi tentang materi, saatnya sharing qhodhoya (masalah) dan evaluasi binaan serta amanah. Hingga akhirnya, tepat adzan Isya berkumandang, liqo pun usai. Kami bercipika cipiki ria sebelum pulang. Sementara yang lain memutuskan untuk pulang, aku memutuskan untuk shalat Isya dulu di masjid, sedangkan Ka Mia yang sedang datang bulan menungguku di teras masjid.
Usai shalat Isya, aku dan Ka Mia mulai menelusuri jalan di sekitar RSCM untuk mencari tempat makan. Akhirnya pilihan tempat makan jatuh pada sebuah rumah makan seafood. Kami memilih menu nasi goreng seafood dan juice strawberry. Sambil menunggu menu yang akan dihidangkan, mulailah cerita tadi sore dilanjutkan.
“Oiya Dhir, tadi sore ceritanya sampai mana ya?” pancing Ka Mia lebih dulu.
“Oohh… tadi itu aku nanya, apa siih yang membuat kakak punya kecenderungan sama ikhwan itu?”
“Hmm.. Ok, aku akan cerita Dhir. Selama ini aku bisa nahan cerita ini, tapi sepertinya hari ini ga bisa kutahan untuk ga cerita ke kamu. Jadi, tolong dijaga ya..”, lagi-lagi senyumnya menyejukkan jiwa.
“Siip ka, tenang aja. Palingan nanti aku minta izin buat nulis tentang ini, itupun kalo kakak ngijinin.. hehe, dengan sedikit penyamaran tentunya. Maklum, penulis, slalu mencuri-curi kesempatan untuk menuliskan pengalaman yang inspiratif..”, jawabku sekenanya.
Ternyata direspon baik oleh Ka Mia, “Boleh banget Dhir, aku percayakan ke kamu deeh..”
Menu yang ditunggu pun datang. Berhubung lapar sangat, aku meminta izin untuk mendengarkan cerita sambil makan. Dan Ka Mia pun memulai ceritanya.
“Alasan aku punya kecenderungan dengan ikhwan itu sebenernya karena ada kriteria calon suami yang pas pada dirinya. Ini terkait karakter dia, entahlah aku merasa ‘klik’ aja dengan karakternya. Orangnya supel dan dengan gayanya yang seperti itu, aku yakin dia bisa memudahkan aku untuk berdakwah di keluarga besar. Karena selama ini, aku agak sulit ‘berpengaruh’ di keluarga besar. “
Masya Allah, alasannya ternyata itu; karakter untuk memudahkan berdakwah di keluarga besar. Beda dah emang kriteria akhwat shalihah untuk calon suaminya, bervisi dakwah euy. Bukan kriteria fisik, misalnya putih dan tinggi, seperti yang biasanya sering dicurhatkan ke aku oleh beberapa akhwat yang mencantumkan putih dan tinggi sebagai kriteria calon suami mereka. Ya, karena jika dilihat dari fisiknya, ikhwan yang dicenderungi oleh Ka Mia, termasuk yang biasa saja, standar, tidak putih dan juga tidak tinggi, tapi tetap lebih tinggi sang ikhwan dibandingkan Ka Mia.
“Oohh gitu ka.. trus akhirnya apa yang kakak lakukan?”, tanyaku sambil menyeruput juice strawberry.

(klik disini untuk baca selengkapnya...) 
 
“Akhirnya, setelah istikharah beberapa malam, aku sampaikan tentang hal ini ke Mbak Syifa. Mbak Syifa pun berusaha mencarikan jalur tarbiyah sang ikhwan lewat teman Mbak Syifa. Nunggu kabar itu, lama banget, berminggu-minggu baru dapat kepastian bahwa ternyata temannya Mbak Syifa yang ada di daerah yang sama dengan ikhwan itu, ga bisa mendeteksi karena ga ada yang kenal dengan ikhwan itu. Waaah, sempet terpikir tuh sama aku, ini ikhwan, tarbiyahnya sehat gak ya? kok ga dikenal ya di daerahnya sendiri? Mbak Syifa pun ga bisa bantu lagi. Kembali aku istikharah, nanya sama Allah, gimana lagi ini caranya untuk menemukan jalur tarbiyahnya? Dan akhirnya petunjuk itu datang. Aku teringat pas koordinasi acara santunan anak yatim itu, aku juga koordinasi sama seorang akhwat selain sama sang ikhwan. Tentunya sang akhwat mengenal baik sang ikhwan karena berada di satu daerah. Akhwat itu udah punya anak dua, Mba Nany namanya. Aku beranikan diri menyatakan hal itu ke Mba Nany via FB, tapi izin dulu ke Mbak Syifa. Mba Syifa mempersilakan. Alhamdulillah, Mbak Nany merespon cepat, beliau minta MR-ku untuk hubungin beliau, kemungkinan besar Mbak Nany tahu jalur tarbiyah sang ikhwan. Aku kasih tahulah respon ini ke Mbak Syifa dan minta tolong Mbak Syifa hubungin Mbak Nany. Aku kasih nomor Mbak Nany ke Mbak Syifa.”
“Sambil dimakan Ka.. “, sela-ku karena melihat nasi di piring Ka Mia masih banyak dibandingkan nasi di piringku yang tinggal beberapa suap lagi.
Ka Mia pun menyuapkan nasi goreng seafood ke mulutnya.
“Waah,, ribet juga ya Kak, prosesnya. Salut aku, kakak sampai sebegitu beraninya.”
“Ya namanya juga ikhtiar, Dhir.. Aku juga ga nyangka bakal seberani ini. Tapi ya itu tadi, sebelum bertindak apa-apa, aku istikharah dulu, curhat ke Allah. Dan Allah memantapkan hati ini untuk bertindak pada akhirnya, makanya aku berani. Pas mau cerita ke Mbak Syifa n Mbak Nany aja, ada rasa ga berani.. Tiap mau kirim message, pasti didelete lagi, diurungkan niatnya. Baru ada keberaniaan mengirim message setelah shalat istikharah..”
Masya Allah, baru kali ini aku mendengar cerita akhwat yang mencari jalur tarbiyah ikhwan. Biasanya, ikhwan yang berusaha mencari jalur tarbiyah akhwat. Benar-benar jalan yang ditempuh berbeda dari yang lain. Tak sabar diri ini menunggu cerita selanjutnya dari Ka Mia.
“Trus akhirnya udah ada progress dari Mbak Nany n Mbak Syifa?”
Ka Mia menyeruput juice strawberry-nya baru kemudian melanjutkan cerita, dengan sedikit menghela nafas.
“Huuffhh. Ya, aku udah dapet kabar dari Mbak Syifa, baru aja kemarin Mbak Syifa meminta aku ke rumahnya. Jadi ternyata, Mbak Nany itu harus nanya dulu ke Murabbiyahnya untuk mencari tahu siapa Murabbi sang ikhwan. Makanya agak lama juga progressnya, hampir satu bulan. Mbak Syifa ga tau bagaimana MR Mbak Nany mengkomunikasikan hal ini ke MR sang ikhwan, yang jelas Mbak Syifa mohon tidak menyebutkan namaku, untuk menjaga izzah. Trus barulah dapet kabar kalo MR ikhwan itu agak keberatan dengan akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, dan ada kemungkinan MR ikhwan itu sudah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Mungkin sang MR menginginkan binaannya ta’aruf dimana masing-masing belum saling kenal, berbekal dari CV pilihan sang MR, masih seperti jaman awal dakwah dulu. Kalo kata Mbak Syifa, kebanyakan MR ikhwan itu biasanya memang masih belum menerima jika ada akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, beda dengan MR akhwat yang lebih terbuka dan ga mempermasalahkan kalo ada akhwat yang mengajukan diri. Jadi memang agak sulit kalo Mbak Syifa harus ngomong langsung ke MR sang ikhwan. Soalnya kan udah tau pandangan MR ikhwan itu terkait akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, seperti apa. Lagipula sempat disinggung kemungkinan sudah ada proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan dari MRnya. Kalo Mbak Syifa langsung menghubungi MR sang ikhwan, itu pasti mau ga mau akan membuka namaku. Mbak Syifa juga masih bingung makanya mau gimana kelanjutannya dan keputusan itu diserahkan ke aku; mau dihentikan atau mau tetap lanjut tapi gimana caranya? Ya, gitu deh ceritanya.. Gimana tanggapanmu, Dhir?”, Ka Mia mengakhiri cerita itu dengan senyum simpulnya.
Aah.. Ka Mia masih bisa tersenyum dengan kabar seperti itu. Jika aku berada di posisinya mungkin sudah menyerah dengan perjuangan untuk menuju ta’aruf yang super duper ribet seperti itu. Belum aja ta’aruf, sudah ribet sedemikian rupa, apalagi jika sudah ta’aruf dan menuju jenjang pernikahan. Mungkin ini yang disebut perjuangan untuk sebuah rasa yang harus dipertanggungjawabkan.
“Hoalah.. Kok ribet banget ya ka? MR ikhwan udah jelas-jelas keberatan kalo akhwat mengajukan diri lebih dulu dan sepertinya udah punya proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan. Uppss.. maaf Ka.. “, aku menahan kata-kata lainnya untuk dikeluarkan, khawatir menyinggung perasaan Ka Mia.
“Kok minta maaf? Ga papa Dhir.. Ya begitulah ikhwan, kadang sulit dimengerti. Aku juga belum tau apakah sang ikhwan memiliki kecenderungan yang sama atau ga sepertiku. Masalahnya, baru kali ini aku menemukan seseorang yang aku rasa ‘klik’ denganku, maka aku mau coba berusaha mengikhtiarkan jalan ini. Di usia yang sudah seharusnya menikah, apalagi yang ditunggu jika ada seseorang yang dirasa sudah cocok dengan kita. Jalan satu-satunya adalah mengikhtiarkan walaupun aku belum tau sebenarnya apakah ikhwan itu punya kecenderungan yang sama. Jika sudah diikhtiarkan jadi ga penasaran, apapun itu hasilnya. Toh kalo jodoh ga ke mana kan?”
Aah.. Kata-katanya ini sungguh menancap dalam ke relung hatiku. Usia Ka Mia yang saat ini sudah menginjak 26 tahun memang sudah selayaknya menikah. Aku saja yang 3 tahun di bawahnya juga sedang dalam pencarian dan penantian, apalagi Ka Mia yang sudah bertahun-tahun mencari dan menanti. Tak terbayangkan bagaimana perasaannya selama itu menanti.
“Iya, ka.. insya Allah jodoh ga pernah ketuker. Kalo memang Ka Mia berjodoh di dunia ini dengan ikhwan itu, insya Allah jalan menuju ke sana pasti terbuka. Hm.. kalo menurutku ga masalah sebenernya akhwat mengajukan diri lebih dulu, itupun ada contohnya dari bunda Khadijah. Ya tapi memang ga lazim aja di jaman sekarang ini, masih dianggap tabu bagi sebagian besar orang. Oya, aku mau tanya sama kakak donk, apa kakak udah tahu betul bagaimana akhlaq sang ikhwan hingga akhirnya kakak berniat mengajukan diri lebih dulu? “, naluri konsultan mulai muncul dalam diri.
“Insya Allah udah, Dhir. Ketika aku mengutarakan hal ini ke Mbak Nany, yang juga kenal baik dengan ikhwan itu, aku juga minta dijelaskan bagaimana karakter dan sifat sang ikhwan selama bekerjasama dengan Mbak Nany. Mbak Nany bilang, sang ikhwan punya daya juang yang tinggi, walau terlihat selengekan termasuk yang mudah dinasihati. Untuk kesiapan menikah dalam waktu dekat, Mbak Nany melihat sudah ada kesiapan dari sang ikhwan. Tapi mungkin ada sedikit masalah pada financial karena sang ikhwan masih harus membiayai adiknya yang masih SMA dan yang masih skripsi. Dari penjelasan Mbak Nany, makin memantapkan diriku, Dhir.”, jelas Ka Mia.
“Hoo.. bagus deh kalo gitu Ka. Karna kan ketika bunda Khadijah ingin mengajukan diri, beliau mencari tahu dulu akhlaq Muhammad melalui perantara Maisarah, orang kepercayaannya, dengan melakukan perjalanan dagang bersama. Trus setelah tahu dan mantap, baru deh meminta Nafisah, wanita setengah baya, untuk ngomong dari hati ke hati sama Muhammad. Ga langsung nembak bahwa Khadijah suka dan menginginkan Muhammad sebagai suaminya. Tapi menanyakan hal-hal umum terkait kesiapan Muhammad tentang pernikahan dan apakah sudah ada calon atau belum. Ketika Muhammad bilang belum ada calon, maka Nafisah mengajukan wanita dengan kriteria tertentu, rupawan, hartawan dan bangsawan, tidak menyebutkan bahwa Khadijah-lah orangnya. Namun dari kriteria yang disebutkan itu, Muhammad pun paham siapa yang dimaksud. Ya, berarti kakak udah menempuh jalan sampai tahap Maisarah, tinggal mencari Nafisahnya Ka.”
“Hmm.. iya betul, Dhir.. Aku juga sempat terpikir hal itu, tapi siapa ya yang bisa menyampaikannya?”
“Sebenernya menurutku, Mbak Nany juga bisa langsung berperan sebagai Nafisah. Tadi kan kakak bilang agak sulit dengan MR ikhwannya. Kan bisa aja Mbak Nany yang mancing lebih dulu, untuk ta’aruf selanjutnya bisa diserahkan via MR, jika tentunya sang ikhwan juga punya kecenderungan yang sama. Setidaknya Mbak Nany bisa mengorek informasi apakah sang ikhwan sudah punya calon yang akan dinikahi atau belum, atau sudah ada kecenderungan dengan akhwat lain atau belum. Kalo belum, bisa aja dengan sedikit candaan, Mbak Nany menawarkan ke sang ikhwan, sambil ngomong kayak gini: saya ada akhwat niih yang udah siap nikah dan sedang mencari pendamping, bersedia ga? Kriterianya blablabla, nyebutin kriterianya Ka Mia. Kalo sang ikhwan bersedia dengan kriteria yang disebutin, Mbak Nany bisa langsung kasih tahu kalo akhwat yang udah siap nikah itu adalah Ka Mia. Mbak Nany, Ka Mia dan sang ikhwan kan udah saling kenal, jadi lebih gampang seharusnya. Nah, nanti kan jadi makin tahu gimana respon sang ikhwan jika ternyata akhwat yang ditawarkan itu Ka Mia. Kalo ikhwan bilang lanjut, maka dia bisa langsung bilang ke MRnya kalo dia sudah siap nikah dan sudah punya nama. Kalo udah binaan sendiri yang bilang ke MR mah, biasanya udah gampang Ka, apalagi udah ngajuin nama. Kalo kayak gini prosesnya kan jadi ga keliatan kalo Ka Mia yang mengajukan diri lebih dulu, tapi harus bermain ‘cantik’ dalam proses, jangan sampai sang ikhwan tahu kalo Ka Mia mengajukan diri. Hehe..”, panjang lebar aku menjelaskan bagaimana sebaiknya penerapan proses Ka Mia dan sang ikhwan seperti proses Khadijah dan Muhammad.
“Hwaaa.. Dhiraaaa, kamu udah kayak konsultan jodoh aja deh. Jadi tercerahkan niih aku jadinya. “, Ka Mia menepuk pipiku yang gembul.
“Semoga bisa sedikit ngasih solusi untuk proses kakak yang rumit itu, masa’ hanya gara-gara MR ikhwan, langsung mundur? Ada banyak jalan menuju Roma.. hehe..”
“Siip,, insya Allah.. Naah, kamu sendiri gimana niih Dhir? Udah nemu yang cocok denganmu belum?”, tembak Ka Mia kepadaku.
“Hehe.. aku mah sabar aja Ka dalam penantian ini, nunggu pangeran berkuda putih dateng ngelamar aja, hehe..”, jawabku sedikit asal.
“Sabar dalam penantian itu bagi seorang akhwat ga berarti pasif, tinggal nunggu. Akhwat juga harus aktif dalam penantian. Jumlah akhwat itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikhwan. Terlepas dari jodoh adalah takdir, tetep harus ikhtiar yang terbaik untuk mencari calon imam bagimu dan anak-anakmu kelak. Memang benar jodoh itu di tangan Allah, tapi kita juga harus aktif berikhtiar mengambil dariNYA. Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa, katanya target tahun ini kan? Tentunya dengan tetap menjaga izzah sebagai seorang akhwat dan jangan pernah tinggalkan istikharah dalam mengambil tindakan apapun..”, ujar Ka Mia memberi masukan untukku.
“Hahahaha.. ga jadi tahun ini Ka.. Ga keburu.. Jadi,, tahun depan aja targetnya insya Allah.. hehe..”
“Jiiaahh.. kamu ini udah siap belum siih? Apa cuma sekadar ingin menikah? Lagi labil gitu maksudnya..”, ledek Ka Mia.
“Siap gak siap mah harus nyiapin diri Ka.. Tapi apa mau dikata kalo pangeran berkuda putihnya belum muncul-muncul juga?”, aku menimpali ledekan Ka Mia.
“Yaudah, kita saling mendoakan ya yang terbaik, dan ikhtiar yang terbaik juga.. Jazakillah ya Dhir, udah mau denger ceritaku dan ngasih solusinya.. Aku cerita ini cuma ke 3 orang, Mbak Syifa, Mbak Nany dan kamu. Bahkan aku cerita detail seperti ini cuma ke kamu looh.. Hehe..”
“Sama-sama Ka, ceritanya menginspirasi banget. Jarang loh ada akhwat yang berani mengajukan diri. Dan aku rasa, hanya akhwat tangguh yang bisa seperti itu. Tangguh akan perasaan dan hatinya. Alhamdulillah kalo ada respon positif dari sang ikhwan, kalo responnya negatif? Hanya akhwat tangguh yang bisa menerima kemungkinan kedua; ditolak.. Aku salut deh sama kakak. Semoga lancar urusannya y Ka.. Doain aku juga, semoga pangeran berkuda putihku segera datang menjemputku.. hehe..”
“Aamiin.. insya Allah saling mendoakan yang terbaik..”
Kami pun menyudahi dinner. Ka Mia menungguku hingga naik bajaj. Aah, sungguh malam yang berkesan dalam kebersamaan dengan saudari seperti Ka Mia.
****
Sesampai di rumah, kurebahkan diri ini di tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang tak begitu tinggi. Pandangan kualihkan ke sebelah kanan tempat tidur. Ada sebuah diary biru yang tergembok. Aku buka dompetku dan kukeluarkan sebuah kunci di sela-sela saku dalamnya. Gembok ‘blue diary’ itu pun kubuka. Kuraih ballpoint tepat di samping kananku. Baru saja tangan ini tergerak untuk menulis, terdengar sebuah dering dari HP-ku. Kuraih HP dan terteralah sebuah pesan dari YM-ku.
“Asslm.Dhir,gmana nih kabarnya? lagi deactive FB ya?”
Aah.. Rasa yang tak biasa itu muncul lagi, tepat di hari ke-7 aku mendeaktif akun FBku. Kenapa nama seorang ikhwan itu yang tertera di YM-ku menyadari bahwa aku sedang mendeaktif FB-ku? Kata-kata Ka Mia pun terngiang:
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
“….Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..”
Segera kutepis kata-kata itu dan mencoba menepis rasa yang terlanjur ada. Tak terasa, bulir-bulir hangat itu membasahi pipi. Kugerakkan tangan ini untuk menulis dalam ‘blue diary’.
Jika anugrah itu membahagiakan
Maka cinta yang [katanya] merupakan anugrah dariNYA
Seharusnya juga membahagiakan
Namun adakalanya
Ada yang merasa tak bahagia dengan cinta
Atau janganlah terlalu dini menyebutnya cinta
Mari kita sebut saja sebuah rasa
Rasa yang berbeda
Yang [lagi-lagi katanya] menggetarkan jiwa
Aha
Mungkin memang belum saatnya
Rasa itu ada
Hingga diri merasa nista dengan rasa
Atau jangan-jangan rasa yang ada
Didominasi oleh nafsu sebagai manusia
Jika itu permasalahannya
Maka titipkanlah rasa pada SANG PENGUASA
Biarkan ia yang belum saatnya, bersamaNYA
Biarkan waktu yang kan menjawabnya
Hingga Dia mengembalikan rasa itu jika saatnya tiba
Wanita.. Wanita..
Slalu saja
Bermain dengan rasa
Maka mendekatlah padaNYA
Agar rasa yang belum saatnya
Tetap terjaga
Agar rasa yang ada
Tak membuat hati kecewa
Agar rasa yang dirasa
Tak membuat jauh dariNYA
Biarkanlah diri merasa nista dengan rasa
Jika ternyata nafsu tlah menunggangi ia yang belum saatnya
Hingga akhirnya membuat diri menangis pilu karenanya
Menangis karena menyadari bahwa dirinya masih rapuh ternyata
Masih perlu belajar bagaimana mengelola rasa yang belum saatnya
Ya Rabbana
Hamba titipkan rasa yang belum saatnya
Agar ia tetap suci terjaga
Hingga waktunya tiba
Aah.. Aku bukanlah akhwat tangguh yang bisa memperjuangkan rasa yang terlanjur ada. Aku hanya akhwat biasa yang tak sanggup akan rasa yang belum saatnya, karena aku bukanlah Khadijah yang mulia.